- hubungan antara manusia dan
kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara
manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan
kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana
itu hubungan keduanya ?
Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan - peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya
peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang
membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu
sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang
dari kemauan manusia yang membuatnya.
Dart sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
Dart sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi,
yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi,
yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan
yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian
masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk
perilaku manusia.
3. Intemalisasi,
yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan
.baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
b. contoh tentang hubungan antara manusia dengan kebudayaan
1) Kebudayaan-kebudayaan khusus atas
dasar faktor kedaerahan
Contoh: Adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasanya pihak permpuan yang melamar sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang melamar.
Contoh: Adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasanya pihak permpuan yang melamar sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang melamar.
2) Cara hidup di kota dan di desa
yang berbeda ( urban dan rural ways of life )
Contoh: Perbedaan anak yang
dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota
bersikap lebih terbuka dan berani untuk menonjolkan diri di antara
teman-temannya sedangkan seorang anak desa lebih mempunyai sikap percaya pada
diri sendiri dan sikap menilai ( sense of value )
3) Kebudayaan-kebudayaan khusus
kelas sosial
Di masyarakat dapat dijumpai lapisan sosial yang kita kenal, ada lapisan sosial tinggi, rendah dan menengah. Misalnya cara berpakaian, etiket, pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara mengisi waktu senggang. Masing-masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak sama, menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
Di masyarakat dapat dijumpai lapisan sosial yang kita kenal, ada lapisan sosial tinggi, rendah dan menengah. Misalnya cara berpakaian, etiket, pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara mengisi waktu senggang. Masing-masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak sama, menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
4) Kebudayaan khusus atas dasar
agama
Adanya berbagai masalah di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
Adanya berbagai masalah di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
5) Kebudayaan berdasarkan profesi
Misalnya: kepribadian seorang
dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara dan itu semua berpengaruh
pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul. Contoh lain seorang militer
mempunyai kepribadian yang sangat erat hubungan dengan tugas-tugasnya.
Keluarganya juga sudah biasa berpindah tempat tinggal.
- pengertian dialektis
Dialektika disini berasal dari dialog komunikasi
sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian muncul
tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling bertentangan ini
didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini
dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis. Tesis disini
dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis yakni lawan atau
oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari keduanya baik tesis
dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan pembatalan baik itu
tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan pula,
kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi. Tentunya
kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam kacamata
Hegel, proses ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari
dialektika Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir
sebelum Hegel. Antinomi Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang tidak
terselesaikan[1]. Kemudian Fichte dengan metode ”Teori
Pengetahuan”-nya tetap memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui
sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah
dikenal dalam pemikiran Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama
dengan isi kesadaran. Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas yang
tertinggi dengan cara sebagai berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang
mengakibatkan adanya ”non-Aku” yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah
antitesis. Kemudian sintesisnya adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan,
artinya: kebenaran keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu
dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan
”Aku yang dapat dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya,
Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian sintesis. Di dalam
sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan
Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung
tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi tidak
ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan
dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya
(tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling
mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan negatif. Hanya
saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya, antitesis
memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua unsur yang
dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang lebih
tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan
sebagai cara berpikir untuk memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang
saling bertentangan (tesis versus antitesis). Dengan term aufgehoben,
konsep ”ada” (tesis) dan konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk
penyatuannya dalam konsep ”menjadi” (sintesis)[2]. Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat
konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan
batal atau ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah
perkembangan Yang Absolut untuk bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang
Absolut merupakan hasil perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah
bayangan yang kaku melainkan mengalir. Metode dialektika menjadi sebuah gerak
untuk menciptakan kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis,
antitesis dan sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi
lawannya (antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih
tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi
tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang
dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala.
Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan
(antitesis) tidak muncul setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan
tersebut sudah ada dalam perkara itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis
di dalamnya. Antitesis terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya
merupakan ide yang berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat
dan ditiadakan (aufgehoben)
dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua
unsur bertentangan namun muncul serentak. Hal ini tidak dapat diterima
oleh Verstand yang
bekerja berdasakan skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah
yang dapat memahami hal ini. Vernunft melihat realitas dalam totalitasnya
dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal yang bertentangan. Identifikasi
sebagai realitas total menjadi cara kerja Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita
lihat bahwa dialektika Hegel memiliki tiga aspek yang perlu diperhatikan[3]. Pertama, sistem dialektika ini berbentuk
tripleks atau triadik. Kedua, dialektika ini bersifat ontologis sebagai sebuah
konsep. Aplikasinya adalah terhadap benda dan benduk dari ada dan tidak sebatas
pada konsep. Ketiga, dialektika Hegel memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep abstrak yang
disebut Hegel sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut
atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen
esensial akan dialektika Hegel[4]. Pertama, berpikir itu memikirkan dalam
dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri. Kedua, dialektika merupakan hasil
berpikir terus menerus akan kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan
kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya
dialektika itu sendiri.
d. 3 tahap dalam proses dialektis
Proses dialektis terdapat 3 tahap yaitu :
1. Eksternalisasi yaitu proses dimana
manusia menekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
2. Obyektivitasi yaitu proses dimana
masyarakat menjadi realitas obyektif.
3. Internalisasi yaitu proses dimana
masyarakat disergap kembali oleh manusia.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar